BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hubungan bisnis yang tidak beretika biasanya cendrung merugikan para
stakeholder yang posisi tawarnya lemah di bisnis tersebut. Hal ini disebabkan,
para profesional yang mengelola bisnis tersebut tidak memiliki integritas dan
niat baik pada stakeholder secara keseluruhan.
Pada dasarnya setiap stakeholder memiliki kebutuhan yang berbedah, kecuali
dalam hal pelayanan, di mana semua stakeholder memiliki kebutuhan yang
sama, yaitu mengharapkan mereka dilayani secara jujur, terbuka, penuh
tanggung jawab, wajar, berkualitas, dan adil.
Para pengelola bisnis seharusnya bersikap profesional untuk memberikan yang
terbaik buat kepentingan para stakeholder.
Seorang pendiri bisnis pasti bermaksud untuk mendapatkan keuntungan
semaksimal mungkin buat dirinya. Keuntungan yang maksimal ini sangat
tergantung dari loyalitas stakeholder kepada perusahaan. Khususnya,
pelanggan, pemasok, dan karyawan.
Keberadaan stakeholder merupakan bagian dari mata rantai bisnis yang hadir
dengan beragam misi, target, dan kepentingan. Dan untuk melayani semua
kepentingan yang berbeda tersebut, para pengelola bisnis wajib menjalankan
praktik bisnis berdasarkan etika bisnis yang berintegritas.
Persoalan muncul pada saat pengelola bisnis memprioritaskan keinginan dan
tujuan dari para pemegang saham mayoritas. Mengingat kekuatan pemegang
saham mayoritas sangat kuat untuk memberi perintah pada manajemen secara
langsung, sedangkan stakeholder di luar shareholder adalah kepentingan yang
tidak dapat langsung memiliki pengaruh pada manajemen.
1.2 Rumusan masalah
Hubungan harmonis antara stakeholder adalah sebuah obsesi yang wajib
diwujudkan oleh para pengelola bisnis, dan harus menjadi komitmen untuk menjaga kepentingan
dari para stakeholder dalam sebuah lingkaran bisnis yang harmonis dan seimbang.
Untuk mengetahui keseimbangan yang harmonis dan seimbang, kita akan membahas hubungan stakeholder dengan perusahaan.
1.3 Tujuan Masalah
- Menjelaskan pengertian stakeholder dalam etika bisnis
- Menjelaskan hubungan antara stakeholder dengan perusahaan/ organisasi bisnis
- Menjelaskan Harmonisasi Keselarasan antara kepentingan perusahaan dan Stakeholders
BAB II PEMBAHASAN
1.Stakeholder dalam etika bisnis
Stakeholders dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya bilamana isu periklanan, maka stakeholder dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam isu periklanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan ,pengelah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta dibidang periklanan, dan sebagainya. Stakeholder dalam hal ini juga dinamakan pemangkun kepentingan.
Lembaga-lembaga telah menggunakan istilah stakeholder ini secara luas kedalam proses pengambilan dan implementasi keputusan. Secara sederhana stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu isi atau rencana.
Stakeholder menurut definisinya adalah kelompok atau individu yang dukunganya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup organisasi. Clarkson membagi stakeholder menjadi dua : Stakeholder primer dan stakeholder sekunder.
- Stakeholder primer adalah ‘pihak dimana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi tidak dapat bertahan.’ Contohnya Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu system stakeholder primer yang merupakan rangkaian kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini.
- Stakeholder sekunder didefinisikan sebagai ‘pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.’ Contohnya Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu kelancaran bisnis perusahaan. Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.
2. Hubungan stakeholder dengan perusahaan
Sifat dari hubungan perusahaan dengan stakeholders mengalami perubahan dinamis seiring berjalanya waktu. Beberapa pakar mengamati terjadinya pergeseran bentuk dari yang semula tidak aktif (inactive), menjadi reaktif (reactive), kemudian berubah lagi menjadi proaktif (proactive), dan akhirnya menjadi interaktif (interactive).
.A Pola hubungan stakeholders
Penjelasan mengenai pola hubungan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Hubungan tidak aktif (inactive); perusahaan meyakini bahwa mereka dapat membuat keputusan secara sepihak tanpa mempertimbangakan dampaknya terhadap pihak lain.
2) Hubungan yang reaktif (reactive); perusahaan cenderung memepertahankan diri (defensive), dan hanya bertindak ketika dipaksa melakukanya.
3) Hubungan yang proaktif (proactive); perusahaan cenderung berusaha untuk mengantisipasi kepentingan-kepentingan para stakeholders. Biasanya perusahaan memiliki departemen khusus yang berfungsi untuk mengidentifikasi isu-isu yang menjadi perhatian para pemangku kepentinagan utama. Namun, perhatian mereka dan para stakeholders dipandang sebagai suatu permasalahan yang perlu dikelola, bukan dipandang sebagai suatu sumber keunggulan kompetitif.
4) Hubungan yang interaktif (interactive); perusahaan menggunakan pendekatan bahwa perusahaan harus memiliki hubungan berkelanjutan yang saling menghormati, terbuka, dan saling dipercaya dengan para pemangku kepentinganya. Dengan demikian, perusahaan menganggap bahwa suatu hubungan yang positif dengan para pemangku kepentingan adalah sumber nilai dan keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
Hubungan perusahaan dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) diharapkan bersifat interaktif (interactive). Dengan demikian, diharapkan interaksi ini dapat membantu perusahaan mempelajari ekspektasi masyarakat, memperoleh keahlian dari luar perusahaan, mengembangkan solusi kreatif, dan memenangkan dukunga pemangku kepentingan untuk menerapkan berbagai solusi tersebut. Menurut Tunggal (2009:63) perlu respon terhadap pemangku kepentinganpada era sekarang ini dipertajam dengan meningakatkannya globalisasi perusahaan dan dengan munculnya teknologo-teknologi yang mampu memfasilitasi komunikasi cepat pada pada skala dunia. Suatu perusahaan dapat membuat sebuah pemetaan mengenai tipe pamangku kepentinagan yang sedang dihadapi dengan menempatkan dimensi potensi dan dimensi kerja sama untuk menentukan strategi untuk mengahadapi para pemangku kepentingan tersebut.
- Harmonisasi Keselarasan antara kepentingan perusahaan dan Stakeholders
Relasi yang harmonis dan selaras adalah sesuatu yang didambakan semua pihak karena berkaitan dengan kestabilan, keseimbangan, kedamaian dan keberlanjutan pihak-pihak tersebut. Namun, relasi antara organisasi dan publiknya tidak selalu seiring sejalan karena ada kalanya terdapat perbedaan tujuan dan kepentingan. PR, dalam usaha organisasi menyelaraskan perbedaan ini berupaya menjembatani agar tercipta situasi yang harmonis sehingga semua pihak dapat berjalan bersisian
seiring sejalan.
“ Masalah apa yang kerap timbul, bagaimana caranya dan apa usaha-usaha yang
harus dilakukan oleh PR dalam menyelaraskan perbedaan kepentingan dan
tujuan ini? ”.
A.Organisasi dan Publik /Stakeholders
Sebelum masuk pada permasalahan, ada baiknya jika kita mengetahui apa yang
dimaksud dengan organisasi dan publik atau stakeholder.
Organisasi disini menunjuk pada lembaga baik korporasi (perusahaan) maupun
non korporasi, mencakup semua lembaga yang didalamnya terdapat struktur
tertentu. Dalam tulisan ini yang akan dibahas adalah perusahaan korporasi.
Publik, kini kerap disebut sebagai stakeholder (pemangku kepentingan).
Walaupun pengertian public dan stakeholder tidak persis sama, namun disini kita
bisa menyamakan public dengan stakeholder tersebut. Keduanya sama-sama
sebagai pihak yang dilayani dan dijembatani oleh PR(public relations). Stakeholder sendiri
memiliki definisi orang atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi berbagai keputusan, kebijakan, maupun operasi perusahaan (2002 :
8 dalam Iriantara).
Untuk memudahkan pemahaman, public dalam PR biasanya dikategorikan
menjadi public internal dan public eksternal. Publik internal adalah public yang
berada di lingkungan organisasi misalnya karyawan, manajeman, dan pemegang
saham. Publik eksternal adalah public yang berada di luar lingkungan organisasi
misalnya, lembaga pemerintah, pelanggan, pemasok, bank, media/pers, dan
komunitas. Baik public internal maupun eksternal sama-sama mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh kegiatan organisasi.
Organisasi/perusahaan maupun public, masing-masing memiliki kepentingan
yang berbeda. PR adalah sebagai jembatan antara organisasi atau perusahaan
dengan publiknya, terutama agar tercapai mutual understanding (saling
pengertian) antara perusahaan dengan publiknya. Kecenderungan yang terlihat
di era sekarang lebih pada perusahaan yang membutuhkan public, bukan public
yang butuh organisasi/perusahaan.
Selain itu PR juga membantu usaha penyelarasan antara kepentingan organisasi
dan kepentingan perusahaan yang berbeda tersebut, bahkan acapkali
kepentingan tersebut saling bertolak belakang. Nah, hal inilah yang dapat
menjadi pencetus timbulnya konflik antara kedua belah pihak, bahkan
terkadang mengakibatkan sebuah krisis dalam organisasi.
Contohnya : kasus Freeport[1].
B. Tujuan dan Tanggungjawab Perusahaan Korporasi
Perusahaan korporasi dibentuk dengan tujuan utama untuk menghasilkan laba
secara optimal.
Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Post (2002 : 69) (dalam Solihin, 2009 : 3)
para pengelola korporasi memiliki 3 tanggungjawab :
Pertama tanggungjawab ekonomi (economy responsibility) di antaranya
kepada para pemegang saham, dalam bentuk pengelolaan perusahaan
yang menghasilkan laba. Sebagian dari laba tersebut akan dibagikan pada
para pemegang saham dalam bentuk dividen. Sebagian lagi saldo laba
(retained earning) yang akan meningkatkan nilai suatu perusahaan. Selain
itu perusahaan memiliki tanggungjawab ekonomi pada para kreditor yang
telah menyediakan pinjaman pada perusahaan. Perusahaan berkewajiban
menyisihkan sebagian kas perusahaan untuk membayar cicilan pada
kreditor tersebut.
- Korporasi juga memiliki tanggungjawab (legal responsibility) untuk
mematuhi berbagai perundang-undangan dan peraturan yang ditetapkan
(oleh pemerintah) dalam pelaksanaan operasionalnya. Hukum dan
peraturan tersebut dibuat oleh pemerintah agar perusahaan berjalan
sesuai dengan harapan masyarakat.
- Tanggungjawab lain yang diemban korporat/perusahaan yaitu
tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility – CSR).
Kegiatan CSR ini semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara
sukarela untuk membantu meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan
komunitas dan harus dilakukan oleh perusahaan yang telah menaati
hukum dan menjalankan perusahaannya dengan baik (Good Corporate
Governance).
- Mengenai pengertian CSR, Kotler & Lee (2005 : 3) mengatakan: “corporate social
responsibility is a commitment to improve community well-being through
discretionary business practices and contributions of corporate resources”. Kata
kunci disini adalah discretionary yang ditekankan sebagai kegiatan sukarela
perusahaan dalam kegiatan pengembangan dan pemberdayaankomunitas,
bukan karena diwajibkan oleh hukum, peraturan maupun tuntutan moral dan
etika semata.
C. Kepentingan Publik & Kepentingan Perusahaan
Publik atau Stakeholders (pemangku kepentingan) akan memberikan dukungan
terhadap operasi perusahaan apabila mereka memperoleh imbalan dari
perusahaan yang sebanding atau atau lebih besar dibandingkan dengan
kontribusi yang mereka berikan kepada perusahaan (Donaldson & Preston, 1995
dalam Solihin, 2009).
Imbalan yang diharapkan akan diterima oleh stakeholders dari perusahaan
bermacam-macam, sangat bergantung pada masing-masing kepentingan dan
tuntutan para stakeholders. Imbalan tersebut dapat berupa :
Dividen – bagi pemegang saham
Gaji dan bonus serta fasilitas yang memadai – bagi manajer dan karyawan
Produk yang berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau – bagi
konsumen / pelanggan
Harga yang kompetitif dan memadai atas pasokan bahan baku
berkelanjutan – bagi pemasok
Pembayaran pajak – bagi pemerintah
Keberadaan perusahaan yang dapat membantu menangani masalah
masyarakat – bagi masyarakat sekitar.
Berikut Tabel Imbalan dan Kontribusi Stakeholder :
Stakeholders |
Kontribusi ke Perusahaan |
Imbalan dari Perusahaan |
Inside Stakeholders |
||
Pemegang Saham |
Uang dan modal |
Dividen dan peningkatan harga saham |
Manager |
Kemampuan dan keahlian |
Gaji, bonus, status dan kekuasaan |
Karyawan |
Kemampuan dan keahlian |
Upah, gaji, bonus, promosi, dan pekerjaan yang stabil |
Outside Stakeholders |
||
Pelanggan |
Pembelian barang dan jasa |
Pembelian input dengan harga wajar |
Pemerintah |
Peraturan |
pajak |
Masyarakat/komunitas sekitar |
Loyalitas, hasil pemberdayaan |
Usaha pemberdayaan, pengembangan, dan kesejahteraan |
Sumber : Dikutip dari Gareth R. Jones, 1995, Organizational Theory : Text and Cases,
Addison-Wesley, hal. 22 dalam Solihin, 2009 : 4, dan modifikasi penulis
D.Kepentingan Perusahaan vs Kepentingan Publik = Konflik
Masalah dan konflik timbul jika kepentingan perusahaan bertentangan atau
bertolak belakang dengan kepentingan publik. Beberapa hal tersebut antara lain
:
1.Kebijakan perusahaan tidak sejalan dengan 1. kepentingan publik;
2.Tindakan perusahaan tidak sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan
publik
3. Tindakan dan atau kebijakan perusahaan menyebabkan kerugian publik.
Hal-hal tersebut potensial menyebabkan konflik, turunnya kepercayaan publik
pada perusahaan, mengganggu harmonisasi relasi perusahaan dengan public,
menyebabkan krisis perusahaan dan pada level tertinggi bahkan dapat
mengakibatkan berakhirnya operasionalisasi perusahaan.
E. Usaha Penyelarasan Kepentingan
Dalam usaha menyelaraskan antara kepentingan organisasi dengan
kepentingan publik, PR memiliki tugas-tugas yang mencakup (Oxley dalam
Iriantara, 2007: 6):
Memberi saran kepada manajemen tentang semua perkembangan internal
dan eksternal yang mungkin mempengaruhi hubungan organisasi dengan
publiknya;
Meneliti dan menafsirkan untuk kepentingan organisasi, sikap public
utama pada saat ini atau antisipasi sikap-sikap public utama terhadap
organisasi;
Bekerja sebagai penghubung (liaison) antara manajemen dan publicpubliknya;
Memberi laporan berkala kepada manajemen tentang semua kegiatan
yang mempengaruhi hubungan public dan organisasi.
Dalam kaitan dengan Komunitas Masyarakat – yaitu mengadakan program CSR,
perumusan stakeholder kunci [opinion leader / pemuka pendapat] beserta
isu-isu yang mereka anggap relevan akan sangat membantu perusahaan dalam
merumuskan program-program CSR. Dengan kata lain, manajemen stakeholder
dapat menjadi panduan perusahaan untuk merumuskan strategi, kebijakan dan
program-program CSR agar tepat guna dan tepat mengena pada kebutuhan dan
kepentingan komunitas yang menjadi sasaran perusahaan.
Kegiatan PR bukanlah kegiatan bak “pemadam kebakaran”. PR tidak hanya
dijalankan pada saat kritis dan genting tapi justru di masa tenang PR memupuk,
memperkuat hubungan, jaringan dan relasi serta membangun kepercayaan
public sehingga tidak perlu terjadi krisis, atau jika terjadi krisispun tidak
berdampak luas dan dalam yang bisa mengakibatkan guncangan pada
keberlangsungan perusahaan.
Proses PR sebagai proses yang berkelanjutan (sustainable) perlu terus berjalan
mengingat lingkungan organisasi pun bergerak secara dinamis, sehingga
organisasi perlu menanggapi dinamika lingkungan tersebut. Relasi organisasi
dengan publiknya dipengaruhi kondisi internal dan eksternal organisasi. PR
perlu terus berusaha menjaga agar relasi antara organisasi dan publiknya tetap
berjalan pada jalur yang benar dan membawa kemaslahatan bagi organisasi
maupun publiknya. Dalam menanggapi dinamika lingkungan yang terkadang
bergerak secara eksponensial, diperlukan juga kegiatan PR yang dinamis
sehingga terjalin hubungan yang mesra dan keselarasan yang harmonis antara
perusahaan dan para stakeholdernya.
Contoh Kasus
1. Publik Internal vs Perusahaan
Para pegawai sebuah perusahaan terkemuka saat ini tengah dilanda keresahan.
Sebabnya tak lain karena perusahaan tempat mereka bekerja disinyalir
melakukan tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara diam-diam.
Diam-diam disini maksudnya, perusahaan tidak secara transparan menyatakan
bahwa di tubuh perusahaan itu sedang dilakukan rasionalisasi dan dengan
alasan apa. Namun, perusahaan melakukan hal yang dinilai kurang terpuji oleh
pegawainya yaitu mencari kesalahan kecil yang dilakukan oleh pegawai,
membujuk pegawai dengan dalih sebagai dokumentasi untuk menandatangani
surat pernyataan pengakuan telah berbuat kesalahan tapi ternyata surat
pernyataan tersebut dijadikan bukti atas kesalahan kecil tersebut dan digunakan
sebagai alasan mereka memutuskan hubungan kerja dengan pegawai tersebut.
Selain resah akan nasib pekerjaan mereka, para pegawai menilai tindakan
perusahaan tersebut dilakukan demi meminimalisir pengeluaran biaya. Jika
perusahaan melakukan PHK biasa biaya pesangon yang dikeluarkan lebih besar
dibandingkan jika perusahaan melakukan PHK disebabkan kesalahan yang
dilakukan pegawai.
Disini terlihat kepentingan public internal, dalam hal ini kepentingan pegawai
untuk memenuhi kebutuhan nafkah dengan bekerja di perusahaan ini
bertentangan dengan kepentingan perusahaan yang merasa perlu diadakan
penekanan biaya, salah satunya dengan mengurangi pengeluaran gaji pegawai
dengan cara PHK.
Perusahaan kurang menunjukkan goodwill dengan kebijakan mengenai
mekanisme PHK. Sejogjanya perusahaan lebih aware dan menyadari bahwa
yang kehilangan mata pencaharian bukan hanya satu orang pegawainya, tapi
juga keluarga yang dinafkahinya. Masalah Komunikasi jelas terlihat, dengan
tidak disosialisasikannya program PHK ini pada pegawai.
Saran & Solusi :
Ada beberapa saran yang dapat diajukan PR perusahaan sebagai jalan keluar
untuk masalah ini :
1. Perusahaan hendaknya menyadari bahwa kemelut diantara 1. pegawai dan
perusahaan ini berpotensi kuat menjadi masalah serius yang menyangkut
citra perusahaan bahkan krisis kepercayaan public. Tak bisa dipungkiri saat
ini telah terbentuk opini negative diantara para pegawai – public internal
yang juga asset perusahaan mengenai perusahaan tempat mereka bekerja.
- PR perusahaan bersama jajaran direksi mengomunikasikan (berdialog)
kepada para pegawai secara transparan mengenai apa yang tengah terjadi
di perusahaan, apakah ada masalah financial dan sebagainya.
- Perusahaan secara legowo mengakui akan diadakan program rasionalisasi
sehingga pegawai dapat bersiap-siap mencari pekerjaan di tempat lain.
- Perusahaan hendaknya juga memperlihatkan keprihatinan atas nasib
pegawai tersebut dan menunjukkannya dalam bentuk bonus di luar
pesangon. Perusahaan perlu diingatkan kembali bahwa pegawai adalah
asset tak ternilai suatu perusahaan, sehingga dapat lebih menghargai dan
memperlakukan pegawai sebagai manusia yang memiliki kebutuhan hidup,
perasaan, keluarga yang harus dinafkahi, harga diri dan sebagainya.
2. Publik Eksternal vs Perusahaan
Salah satu kasus lain adalah masalah bunga kredit perbankan. Seperti diketahui
salah satu keuntungan dan bank adalah menampung deposito nasabah dan
juga menyalurkan kredit untuk berbagai macam keperluan, mulai dari kredit
rumah, mobil, kredit tanpa agunan, kredit usaha dan lain-lain. Salah satu isu
sentral yang sering dibahas adalah tingginya bunga kredit di Indonesia, bahkan
di Asia termasuk bunga paling tinggi. Kisaran bunga KPR (Kredit Pemilikan
Rumah) di perbankan Indonesia saat ini berkisar antara 11 – 16 persen. Jika ada
yang memberikan di bawah 10 persen itu hanyalah bunga promo yang hanya
berlaku 1 tahun dan bertujuan untuk mengikat nasabah. Bunga bank sebetulnya
mengacu pada suku bunga Bank Indonesia (BI) yang sekarang berkisar pada
angka 6.45%. Jika membandingkan pada suku bunga deposito yang berkisar 4-6
persen sementara bunga kredit 10–15 persen, margin keuntungan bank sangat
besar sekali, bisa mencapai 10 persen! Padahal bunga KPR inilah yang
dikeluhkan memberatkan masyarakat yang ingin memiliki rumah namum
kemampuan financialnya terbatas untuk membeli secara tunai.
Pada saat suku bunga turun bank dengan segera menurunkan bunga deposito,
tapi tidak dengan suku bunga KPR. Ini tentu yang dikeluhkan masyarakat dan
dianggap sangat tidak fair. Namun pihak bank mengaku mereka akan rugi jika
serta merta langsung menurunkan bunga KPR saat SBI (Suku bunga Bank
Indonesia) turun, karena banyak deposito jatuh tempo jangka panjang yang
tertanam di bank mereka yang menggunakan suku bunga lama, yang tentunya
melebihi SBI saat ini. Jadi mereka akan merugi jika KPR serta merta turun
sementara mereka harus membayar bunga deposito dengan bunga yang lama.
Itulah yang menjadi alasan mereka begitu cepat menurunkan bunga deposito,
tapi tidak begitu untuk bunga KPR pada saat ada penurunan SBI. Namun pada
saat SBI naik, bank dengan segera menaikkan deposito dan juga bunga KPR.
Yang menjadi permasalahan adalah nasabah dan masyarakat tidak pernah tahu
berapa banyak deposito dan margin bunga yang ditanggung bank sehingga
mereka menunda menurunkan bunga KPR. Ketidakterbukaan bank ini juga
diperparah dengan persaingan antar bank dan juga keinginan bank
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Saran & solusi :
Komunikasi, informasi dan sosialisasi tentang sistem perbankan belum banyak
diketahui dengan baik oleh nasabah sehingga nasabah tetap merasa tidak fair
dengan kondisi yang ada.
- Seharusnya pihak bank mengedukasi masyarakat baik melalui
pengumuman di bank, atau memberikan dalam bentuk surat setiap ada
kenaikan dan penurunan bunga ke nasabah termasuk alasan di dalamnya,
yang dijelaskan secara luas dan mendalam.
- Nasabah juga harus dapat berkomunikasi secara langsung baik melalui
website atau customer service dengan akses yang mudah dan berhak mendapatkan jawaban yang memuaskan.
- Selain itu pihak bank juga sebaiknya bertindak fair. Dan jika pihak bank
sudah melakukan tindakan positif ini sebaiknya di published ke masyarakat
sehingga mereka tahu bank mana yang peka dengan problem yang dialami
masyarakat dan mana yang tidak.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Pada umumnya Stakholder biasanya di artikan sebagai orang yang akan mengambil peran aktif dalam eksekusi sistem mutu atau orang yang akan merasakan dampak signifkan dari penggunanya. Stakeholder ini biasanya berupa orang yang memiliki sebuah proses,orang yang kegiatannya mempengaruhi sebuah proses,atau orang yang harus berinteraksi dengan sebuah atau sekumpulan proses. Sifat dari hubungan perusahaan dengan stakeholders mengalami dinamis seiring berjalannya waktu. Beberapa pakar mengamati terjadinya pergeseran bentuk dari yang semula tidak aktif (inactive), menjadi reaktif (reactive), kemudian berubah lagi menjadi proaktif (proactive) dan akhirnya menjadi interaktif (interactive). Seorang pemangku kepentingan adalah seseorang yangmempunyai sesuatu yang dapat ia peroleh atau akan kehilanganakibat dari sebuah proses perencanaan atau proyek. Dalam banyaksiklus, mereka disebut sebagai kelompok kepentingan, dan merekabisa mempunyai posisi yang kuat dalam menentukan hasil suatuproses politik. Seringkali akan sangat bermanfaat bagi proyekpenelitian untuk mengidentifikasi dan menganalisa kebutuhan dankepedulian berbagai pemangku kepentingan, terutama bila proyekproyekini bertujuan mempengaruhi kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/toolsfordevelopment.pdf.
http://www.scu.edu.au/schools/gcm/ar/arp/stake.html
www.scenarioplus.org.uk/stakeholders/stakeholders_template.doc
Superb!!!…
Isi blognya bagus tapi wallpaper blognya bikin pusing pembaca